Terbitkan Surat Tanah Fiktif, Kedes di Karimun jadi Tersangka

KARIMUN (HK) – Harapan masyarakat Desa Sugie untuk melihat tanah mereka berkembang kini berubah menjadi luka. Kepala Desa yang seharusnya menjadi pelindung dan pelayan publik, justru diduga mempermainkan tanah milik rakyat demi kepentingan pribadi.

Kejaksaan Negeri Karimun resmi menahan dua tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penerbitan Surat Keterangan Penguasaan Tanah (SKPT) dan/atau Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (sporadik), Rabu (29/10/2025).

Dua orang yang ditetapkan tersangka itu yakni bernisial M, selaku Kepala Desa Sugie dan inisial Dj warga yang disebut sebagai penggerak pengurusan surat fiktif tersebut

Kepala Kejaksaan Negeri Karimun, Dr. Denny Wicaksono, mengungkapkan, kasus ini bermula dari niat baik investor yang ingin membuka peluang usaha di Desa Sugie pada akhir tahun 2023. 

Namun, di balik niat itu, tersangka Dj justru melihat kesempatan untuk memperkaya diri dengan mengajak sejumlah warga mengurus surat tanah secara tidak sah.

“Dj kemudian mengajukan permohonan kepada tersangka M, selaku Kepala Desa. Awalnya ditolak karena ada masalah pribadi, namun akhirnya disetujui setelah ada iming-iming hadiah jika surat sporadik diterbitkan,” ujar Kajari.

Dengan bujuk rayu itu, M akhirnya menerbitkan 44 surat sporadik palsu tanpa verifikasi maupun pengukuran lahan sesuai aturan. 

Lebih miris lagi, nama-nama yang tercantum dalam dokumen tersebut ternyata tidak pernah menguasai tanah yang dimaksud. Sebagian bahkan tidak tahu menahu jika identitas mereka digunakan.

Tanah yang diterbitkan suratnya pun bukan sembarang tanah, melainkan kawasan mangrove lebat yang sebagian masuk wilayah hutan lindung. Surat-surat itu diduga kuat dijadikan alat untuk memperjualbelikan lahan secara ilegal.

Dengan wajah muram dan tangan diborgol, kedua tersangka akhirnya ditahan di Rutan Kelas II B Tanjung Balai Karimun untuk 20 hari ke depan. 

Mereka dijerat dengan Pasal 9 jo Pasal 15 jo Pasal 12 huruf a jo Pasal 5 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.

“Penahanan dilakukan karena alat bukti sudah cukup dan dikhawatirkan para tersangka melarikan diri atau menghilangkan barang bukti,” jelas Kajari Denny dengan nada tegas.

Kasus ini menjadi tamparan keras bagi masyarakat Desa Sugie yang kini harus menanggung dampak dari ulah segelintir orang. 

Tanah yang seharusnya menjadi sumber kehidupan dan pembangunan, kini berubah menjadi simbol kejatuhan akibat kerakusan dan pengkhianatan amanah. (mohd)