Pegawai RSUP RAT Resah di Tengah Isu Pemangkasan JP

TANJUNGPINANG (HK) – Dalam beberapa bulan ini banyak diberitakan tentang keluhan masyarakat terhadap buruknya pelayanan serta fasilitas RSUP Raja Ahmad Tabib (RAT) Kepulauan Riau yang kurang terpelihara, hari ini terhembus lagi kabar dari dalam internal manajemen Rumah Sakit Pemerintah ini.

Kabar tentang adanya kebijakan pemangkasan uang Jasa Pelayanan (JP) bagi pegawai dengan status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) juga uang Jasa Pelayanan (JP) bagi para Tenaga Kontrak Harian Lepas (TKHL) di RSUP Raja Ahmad Tabib (RAT) Kepulauan Riau memicu keresahan besar di kalangan pegawai. Mereka menilai wacana itu tidak layak dan tidak adil, Rabu (24/09/2025).

Dikhawatirkan keresahan para pekerja dan pegawai di Rumah Sakit ini akan berakibat buruknya pelayanan terhadap masyarakat yang berobat karena gairah dan semangat kerja menjadi berkurang karena merasakan ketidakadilan dalam pekerjaan.

Dari informasi yang didapatkan, penghasilan dan upah kerja yang diterima mayoritas staf RSUP RAT yang berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan Tenaga Kontrak Harian Lepas (TKHL) sangat berbeda dengan pejabat struktural.

Sebagai pejabat struktural di RSUP Raja Ahmad Tabib mereka selain memperoleh gaji, mereka juga menerima tunjangan kinerja (Tukin/TPP) serta honor lain termasuk Jasa Pelayanan (JP) hingga mencapai puluhan juta rupiah setiap bulannya, sementara para staf dibawahnya hanya mengandalkan gaji pokok dan Jasa Pelayanan (JP) saja.

Selama ini, rata-rata pegawai dibawah menerima JP sekitar Rp1,5 juta per bulan. Sementara jajaran direksi, kepala tim, dan penanggung jawab bisa mengantongi Rp15–20 juta per bulan. Jika pemangkasan benar terjadi, JP untuk staf yang dibawah diperkirakan hanya tersisa hanya tinggal Rp700–800 ribu per bulan. Kondisi ini dianggap janggal, sebab justru tenaga bawahan yang bekerja penuh melayani masyarakat kok malah uang Jasa Pelayanan (JP) mereka yang dipotong bukan uang Jasa Pelayanan (JP) Pejabat Struktural yang nilainya puluhan juta itu yang di potong.

Direktur Utama RSUP RAT, Dr. Bambang Utoyo, M.A.P, melalui sambungan pesan singkat WhatsApp awak media saat ditanyai mulai dari kepastian wacana pemotongan JP, dasar regulasinya, hingga komitmen transparansi manajemen.

Bambang menegaskan bahwa isu itu masih dalam tahap pembahasan panjang.

“Masih dibahas oleh tim internal RS dan tim eksternal RS yang terdiri dari Dinas Kesehatan, DPKAD, Bappeda, Inspektorat, Biro Hukum, Biro Pemerintahan, organisasi profesi, dan akademisi (Stisipol). Prosesnya masih panjang, selesai di sini tim akan memaparkan di Kemendagri,” ujarnya.

Ia juga menekankan keterbukaan dalam penyusunan kebijakan.

“Insya Allah transparan dan akuntabel. Karena proses penyusunan peraturan dan perhitungannya sekarang melibatkan semua unsur, baik internal maupun eksternal, agar tertata dengan baik, transparan, dan akuntabel,” kata Bambang.

Sementara itu, Pengamat kebijakan publik dan keuangan daerah dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Yogi Suprayogi Sugandi, menilai pembagian JP yang adil harus didasarkan pada tiga prinsip utama: proporsionalitas, kesetaraan, dan kepatutan.

“Proporsionalitas berarti pembagian harus mencerminkan kontribusi dan kinerja masing-masing individu. Kesetaraan menekankan bahwa setiap orang berhak mendapatkan bagian sesuai perannya tanpa diskriminasi. Sedangkan kepatutan mengingatkan agar besaran jasa tetap berada dalam standar kewajaran dan praktik terbaik di bidang pelayanan,” ujar Yogi.

Menurutnya, kriteria keadilan tersebut sebaiknya dirumuskan dalam sistem yang jelas dan transparan, melibatkan perwakilan semua pihak terkait, serta dipayungi aturan perundang-undangan daerah agar tidak menimbulkan polemik di kemudian hari.

Kendati demikian, para pegawai RSUP RAT tetap menanti kepastian. Mereka berharap keputusan akhir tidak sekadar hitungan angka, melainkan benar-benar menjunjung rasa keadilan. (r/nel)