JAKARTA (HK) — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Riau Abdul Wahid sebagai tersangka kasus dugaan korupsi berupa pemerasan dan suap dalam penganggaran proyek infrastruktur di Dinas PUPRPKPP (Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan) Provinsi Riau.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengumumkan penetapan tersangka tersebut dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Rabu (5/11/2025).
“Setelah pemeriksaan intensif dan ditemukan unsur tindak pidana korupsi, perkara ini naik ke tahap penyidikan. Berdasarkan alat bukti yang cukup, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka,” kata Johanis.
Dilansir dari CNBC Indonesia, selain Abdul Wahid, dua orang lain yang ikut dijerat adalah MAS, Kepala Dinas PUPRPKPP Riau, dan DAN, Tenaga Ahli Gubernur Riau.
Sebelumnya, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Abdul Wahid pada Senin (3/11/2025). Dalam OTT itu, KPK juga mengamankan Kepala Dinas, Sekretaris Dinas, lima Kepala UPT, dan dua pihak swasta yang disebut sebagai orang kepercayaan gubernur.
Dari lokasi OTT, KPK menyita uang tunai dalam bentuk rupiah, dolar AS, dan poundsterling senilai lebih dari Rp1,6 miliar. Uang tersebut diduga bagian dari praktik pemerasan dan suap terkait proyek-proyek infrastruktur yang dikelola Dinas PUPRPKPP.
KPK masih menelusuri dugaan adanya aliran dana ke pihak lain dan kemungkinan keterlibatan pejabat di lingkungan Pemprov Riau.
Rekam Jejak Abdul Wahid
Abdul Wahid merupakan politikus asal Jambi yang menjabat sebagai Gubernur Riau sejak 2021. Sebelumnya, ia pernah menjabat sebagai Bupati Indragiri Hulu selama dua periode. Namanya beberapa kali muncul dalam laporan pengawasan proyek infrastruktur yang didanai APBD Riau.
Selama menjabat, Wahid dikenal mendorong percepatan pembangunan jalan dan perumahan rakyat. Namun, beberapa proyek strategis di bawah Dinas PUPRPKPP sempat menjadi sorotan karena keterlambatan dan dugaan mark-up anggaran.
KPK Dalami Dugaan Jaringan Korupsi
KPK menyebut operasi tangkap tangan ini merupakan bagian dari penanganan lanjutan atas laporan masyarakat dan temuan audit internal. Tim penyidik kini fokus mengurai aliran uang dan peran masing-masing pihak dalam pengaturan proyek infrastruktur.
Jika terbukti bersalah, Abdul Wahid terancam dijerat dengan Pasal 12 huruf e dan Pasal 11 UU Tipikor dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. (dam)