Ironis, Korban Penganiayaan Jadi Tersangka Ditahan Kejari Tanjungpinang, Kuasa Hukum Pertanyakan Legalitas Penahanan

TANJUNGPINANG (HK) – Penahanan terhadap dua tersangka dalam kasus dugaan pengeroyokan di lift KTV Majestik, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau (Kepri ) kembali menuai sorotan.

Hartono alias Amiang dan Lovikospanto alias Luku resmi ditahan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjungpinang pada 18 Juli 2025, usai berkas perkara dinyatakan lengkap (P21) sehari sebelumnya.

Namun, kuasa hukum mempertanyakan keabsahan proses hukum yang dilakukan jaksa.

“Siapa yang menandatangani surat penahanan? Apakah Plt Kajari atau Kajari definitif yang baru dilantik?” Kata Jhon Asron Purba, S.H., kuasa hukum tersangka pada sejumlah awak media, Selasa (22/072025)

Jhon Asron Purba mengungkapkan, penandatanganan surat penahanan tidak boleh dilakukan oleh pejabat pelaksana tugas (Plt) jika sudah Surat Keputusan (SK) Kajari definitif telah diterbitkan.

Ia memaparkan, berdasarkan Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 353 Tahun 2025 Tanggal 4 Juli 2025 Tentang Pemberhentian Dan Pengangkatan Dari Dan Dalam Jabatan Struktural Pegawai Negeri Sipil Kejaksaan Republik Indonesia menunjuk Rahmad Surya Lubis sebagai Kajari Tanjungpinang.

“Ini menjadi pertanyaan besar bagi kami, apakah penahanan terhadap klien kami telah dilakukan secara prosedural dan sah secara administratif menurut hukum,” ujar Jhon dengan penuh tanda tanya.

Sebagaimana diketahui Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kepulauan Riau (Kepri), J. Devy Sudarso, telah melantik Rahmad Surya Lubis sebagai Kajari Tanjungpinang bersama pejabat struktural eselon II dan III di lingkungan Kejati Kepri, Senin 21 Juli 2025. Pelantikan berlangsung di Aula Sasana Baharuddin Lopa, Kejati Kepri, Tanjungpinang.

Selain itu Jhon juga berencana mengajukan penangguhan penahanan terhadap kliennya. Padahal kedua kliennya sebelumnya tidak ditahan di kepolisian.

“Pas waktu penahan pengajuan sudah kami sampaikan, tetapi belum diterima karena Plt Kajari tak ada. Karena ini sudah ada Kajari baru makanya kami mau ajukan kembali,” ujarnya.

Disamping itu, Jhon Asron juga menyatakan, pihaknya akan melaporkan peristiwa penahanan terhadap kliennya tersebut ketingkat lebih tinggi, seperti Jaksa Pengawas (Jamwas) dan pihak lainnya di pusat, termasuk rencana praperadilan.

“Semua langkah hukum akan kita upayakan demi tegaknya keadilan bagi klien kami,”tegasnya.

Menyikapi hal tersebut, secara terpisah, Kasi Intel Kejari Tanjungpinang Senopati di konfirmasi media ini, awalnya merasa kaget. Namun dengan berbagai dalih alasan, bahwa hal tersebut sah-sah saja.

“Sebelumnya saya sampaikan dulu sebagaimana validasi surat menyurat merupakan kewenangan pimpinan, oleh karena adanya transisi pergantian pimpinan hal ini tidak ada yg bisa memdakan pimpinan mana yg harus melakukan validasi, terima kasih bang,”kata Senopati dalam pesan WhatsApp kepada media ini.

Senopati melanjutkan, bahwa secara adminitrasi pergantian validasi setelah adanya sertijab (Serah terima jabatan)

“Kok surat menyurat yg di bahas. Substansi perkara lebih baik di bahas untuk ilmu ke masyarakat,”katanya.

Diberitakan, dugaan kasus ini bermula dari insiden di lift KTV Majestik pada 28 Januari 2025 sekitar pukul 01.15 WIB.

Saat itu, seorang perempuan bernama Yani Safitry secara tidak sengaja menginjak kaki salah satu pengunjung lift. Meski sudah langsung meminta maaf, insiden kecil itu justru memicu pengeroyokan terhadap Yani dan rekannya, Hartono alias Amiang, oleh tujuh pria hanya satu dari mereka yang diketahui identitasnya.

Tak tinggal diam, Amiang melaporkan peristiwa tersebut ke Polsek Tanjungpinang Kota keesokan paginya, 29 Januari 2025. Kasus kemudian dilimpahkan ke Polresta Tanjungpinang pada 12 Februari.

Ironisnya, pada hari yang sama, salah satu terduga pelaku, Hartono alias Acai, juga membuat laporan balik terhadap Amiang.

Yang janggal, laporan dari pihak Acai diproses lebih cepat oleh penyidik. Pada 28 Februari, kasus itu sudah naik ke tahap penyidikan. Sementara laporan dari pihak korban Amiang justru berjalan lamban dan tidak jelas progresnya.

Puncaknya terjadi pada 22 April 2025, ketika Amiang dan rekannya, Lovikospanto alias Luku yang justru hanya berusaha melerai saat kejadian malah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik.

Kuasa hukum menilai penetapan tersangka terhadap kliennya penuh kejanggalan dan berpotensi melanggar asas keadilan.

“Dari awal sudah tidak berimbang. Klien kami adalah korban yang melapor, tapi justru diproses sebagai pelaku. Bahkan yang mencoba melerai pun dijadikan tersangka. Di mana letak keadilan?” kata Jhon Asron, beberapa waktu lalu. (nel)

Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *