TANJUNGPINANG (HK) – Ketua Umum CINDAI Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Edi Susanto yang akrab disapa Edi Cindai menyampaikan secara mendalam atas fenomena kemunculan seorang kepala daerah yang diketahui hanya memiliki ijazah Paket A, B, dan C sebagai dasar pendidikan formalnya.
“Secara hukum, hal ini memang sah, karena negara mengakui kesetaraan pendidikan nonformal. Namun dari sisi moral dan sosial, fenomena ini mengirimkan pesan keliru kepada masyarakat, terutama generasi muda bahwa untuk menjadi pejabat publik tidak perlu menempuh pendidikan tinggi yang serius, cukup melengkapi administrasi ijazah,” kata Edi, Jumat (10/10/2025).
Kondisi selanjutnya, bukan hanya masalah pribadi, tetapi cermin dari contoh nilai pendidikan dan lemahnya standar kepemimpinan di negeri ini.
“Pendidikan bukan sekedar ijazah, tapi landasan moral dan logika kepemimpinan,” tegasnya.
Pendidikan sambungnya tidak hanya mencetak ijazah, tetapi membentuk karakter, cara berpikir kritis, dan kemampuan mengambil keputusan dengan tanggung jawab.
Ketika jabatan kepala daerah yang merupakan posisi strategis yang mengatur anggaran, kebijakan publik, dan arah pembangunan jika dipegang oleh tokoh yang tidak melalui proses pendidikan yang memadai, maka risiko kebijakan salah arah dan kemandirian pada pihak lain akan semakin besar.
“Pemimpin seperti ini rawan dijadikan alat kepentingan politik atau ekonomi oleh kelompok tertentu, karena lemahnya kapasitas memahami regulasi dan tata kelola pemerintahan yang baik”, kata Edi.
Kegagalan Sistem Politik dalam Kualitas Calon Menjaga Pemimpin
Dia menilai bahwa persoalan ini diselesaikan dari sistem rekrutmen politik yang lebih menonjolkan popularitas dan kekuatan modal dibandingkan kapasitas intelektual.
Partai politik seharusnya menjadi pintu menjaga kualitas kepemimpinan, bukan sekedar perantara menuju kekuasaan.
Jika seleksi calon kepala daerah terus mengabaikan aspek pendidikan dan kompetensi, maka masyarakat akan kehilangan sosok teladan yang bisa menjadi inspirasi bagi anak-anak bangsa.
Dampak Buruk Bagi Generasi Muda
Fenomena ini berpotensi menggembosi semangat belajar generasi muda. Ketika mereka melihat bahwa untuk menjadi pejabat cukup mengambil ijazah kesetaraan tanpa proses yang panjang, mereka akan menganggap pendidikan bukanlah hal yang penting. Padahal, negara tengah berjuang mencetak Generasi Emas 2045 yang cerdas, berdaya saing, dan berintegritas.
Jika pola berpikir “Asal Punya Ijazah Bisa Jadi Pejabat” terus dibiarkan, maka cita-cita itu hanya akan menjadi slogan kosong.
Seruan dan Rekomendasi CINDAI Kepri
1. Pemerintah dan DPR RI perlu meninjau ulang regulasi terkait standar kompetensi kepala daerah, dengan menambahkan indikator kemampuan akademik dan manajerial minimal.
2. Partai politik wajib menjunjung tinggi integritas dan meritokrasi dalam penjaringan calon, bukan hanya menilai dari elektabilitas atau modal finansial.
3. Masyarakat sipil, akademisi, dan media harus bersuara lantang untuk mendorong lahirnya pemimpin yang berpendidikan, berintegritas, dan memiliki wawasan kebangsaan.
Pemimpin Harus Jadi Teladan. Kita tidak dapat menolak adanya kesetaraan pendidikan. Jalur tersebut penting sebagai hak warga negara.
Namun ketika jalur itu digunakan hanya untuk memenuhi syarat administratif guna menyelesaikan jabatan, tanpa dibarengi kapasitas dan komitmen belajar yang nyata, maka itu bentuk pemahaman terhadap nilai pendidikan.
“Pemimpin harus menjadi inspirasi, bukan jalan pintas. Pendidikan adalah tangga peradaban dan bangsa ini tidak boleh membiarkan pemimpin yang berdiri di puncak tanpa pernah menapaki anak tangganya,” ungkapnya. (r/eza)