TANJUNGPINANG (HK) – Gerakan Aksi Mahasiswa Kepulauan Riau (KEPRI) menggelar aksi demonstrasi di depan Mapolresta Tanjungpinang, menuntut percepatan penanganan dua laporan masyarakat yang dinilai stagnan dan kurang transparan, Selasa (29/07/2025).
Sorotan utama aksi para mahasiswa tersebut terutama tertuju pada laporan tertanggal 28 Januari 2025 atas nama Hartono, yang hingga kini belum menunjukkan perkembangan berarti.
Massa aksi juga menyoroti laporan kedua, tertanggal 26 Februari 2025 atas nama Yani Safitri, sebagai bagian dari pola penundaan yang mencerminkan lemahnya respons kelembagaan dalam menjamin keadilan hukum bagi warga sipil.
Ketua Gerakan Aksi Mahasiswa KEPRI, Bima, dalam pernyataan resminya menyampaikan bahwa aksi ini adalah bentuk partisipasi aktif mahasiswa dalam mengawal keadilan dan integritas lembaga penegak hukum. Ia menyebut, jika tidak ada progres konkret dalam waktu dekat, maka gerakan akan diekspansi ke tingkat provinsi dan pusat.
“Kami siap melaksanakan aksi kedua di Polda Kepulauan Riau, serta akan melayangkan surat resmi ke Mabes Polri. Gerakan ini akan terus mengawal implementasi nota komitmen bersama yang telah ditandatangani oleh perwakilan mahasiswa dan kepolisian,” tegas Bima.
Nota komitmen tersebut berisi kesepakatan moral antara kedua belah pihak, dan menjadi dasar legitimasi bagi mahasiswa untuk melakukan pengawasan publik terhadap proses hukum yang sedang berlangsung.
Menanggapi aksi dan tuntutan mahasiswa, Wakasat Reskrim Polresta Tanjungpinang, Iptu Onny Chandra, menyampaikan komitmen institusinya dalam menindaklanjuti laporan masyarakat secara profesional.
“Kami pastikan laporan tersebut tidak akan kami peti-eskan. Gelar perkara akan kembali dilakukan, dan semua proses akan berjalan sesuai mekanisme hukum. Kami terbuka untuk diawasi, karena tujuan akhirnya adalah keadilan,” ujar Iptu Onny Chandra.
Gerakan Aksi Mahasiswa KEPRI juga menekankan bahwa kinerja kepolisian harus senantiasa selaras dengan prinsip Presisi — Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan, bukan sekadar jargon, tetapi sebagai orientasi etik dan operasional institusi.
Menanggapi aksi mahasiswa, Kasatreskrim Polresta Tanjungpinang, AKP Agung Tri Poerbowo menjelaskan bahwa pihaknya sejak awal sudah menangani laporan tersebut dan saat ini kasus masih dalam tahap penyelidikan. Namun, menurutnya, proses pemeriksaan sempat terkendala karena pihak-pihak yang dilaporkan tidak kooperatif.
“Kami sudah memeriksa sekitar enam orang saksi. Kasus ini tidak berhenti, dan saat ini sedang dalam proses untuk rekonstruksi di tempat kejadian perkara (TKP),”kata Agung.
Agung menambahkan, pihaknya telah menemukan cukup bukti untuk menetapkan satu tersangka dalam kasus tersebut.
“Rekonstruksi akan segera dilakukan untuk mempercepat proses pemberkasan dan memberikan kepastian hukum,” ujarnya.
Dalam aksi mahasiswa ini menyoroti pentingnya transparansi dan keadilan dalam penanganan kasus hukum, terutama yang melibatkan warga sipil sebagai korban.
Para mahasiswa ini juga menuntut Polresta Tanjungpinang akan kepastian dan perlindungan hukum bagi korban serta evaluasi kinerja enyidikan yang lamban dalam penegakan hukum
“Permasalahan pokoknya, adanya ketimpangan penegakan hukum, da bukti rekaman video CCTV memperlihatkan kekerasan yang terjadi pada korban, namun pelaku masih bebas berkeliaran,”ujar para mahasiswa.
Mahasiswa juga menyebutkan, bahwa kriminalisasi terhadap korban yang melapor dan pihak yang dirugikan, justru ditahan Kejari Tanjungpinang sebelum berkas perkara dinyatakan lengkap (P21) yang patut diduga telah melanggar KUHAP dan prinsip azas praduga tidak bersalah
Dalam kasus ini, mahasiswa juga menyoroti tentang minimnya transparansi penanganan, tidak ada penjelasan terbuka oleh pihak Polresta Tanjungpinang dan Kejari atas alasan lambanya proses hukum dan dasar penahanan terhadap korban.
“Jika hukum tidak melindungi korban, maka kami para mahasiswa hadir sebagai penjaga keadilan “Hari ini kami bergerak bukan hanya untuk kedua korban tersebut (HR dan YS), tetapi untuk masa depan hukum yang bersih dan dan adil,”ungkap mahasiswa.
Sebagaimana diberitakan, dugaan kasus ini bermula dari insiden di lift KTV Majestik pada 28 Januari 2025 sekitar pukul 01.15 WIB.
Saat itu, seorang perempuan bernama Yani Safitry secara tidak sengaja menginjak kaki salah satu pengunjung lift. Meski sudah langsung meminta maaf, insiden kecil itu justru memicu pengeroyokan terhadap Yani dan rekannya, Hartono alias Amiang, oleh tujuh pria hanya satu dari mereka yang diketahui identitasnya.
Tak tinggal diam, Amiang melaporkan peristiwa tersebut ke Polsek Tanjungpinang Kota keesokan paginya, 29 Januari 2025. Kasus kemudian dilimpahkan ke Polresta Tanjungpinang pada 12 Februari.
Ironisnya, pada hari yang sama, salah satu terduga pelaku, Hartono alias Acai, juga membuat laporan balik terhadap Amiang.
Yang janggal, laporan dari pihak Acai diproses lebih cepat oleh penyidik. Pada 28 Februari, kasus itu sudah naik ke tahap penyidikan. Sementara laporan dari pihak korban Amiang justru berjalan lamban dan tidak jelas progresnya.
Puncaknya terjadi pada 22 April 2025, ketika Amiang dan rekannya, Lovikospanto alias Luku yang justru hanya berusaha melerai saat kejadian malah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik.
Kuasa hukum menilai penetapan tersangka terhadap kliennya penuh kejanggalan dan berpotensi melanggar asas keadilan.
“Dari awal sudah tidak berimbang. Klien kami adalah korban yang melapor, tapi justru diproses sebagai pelaku. Bahkan yang mencoba melerai pun dijadikan tersangka. Di mana letak keadilan?” kata Jhon Asron, beberapa waktu lalu. (nel)