TANJUNGPINANG (HK) – Kapolresta Tanjungpinang, Kombes Pol Hamam Wahyudi, buka suara soal penetapan dua tersangka dalam kasus pengeroyokan di lift KTV Majestik Tanjungpinang.
Kedua tersangka adalah Hartono alias Amiang (H) dan Lovikospanto alias Luku (L). Amiang sendirimerupakan korban yang mengalami luka serius hingga harus dirawat intensif di rumah sakit, sementara Luku rekannya orang berusaha melerai aksi pengeroyokan tersebut.
Menurut Kombes Hamam, penetapan tersangka ini didasarkan pada alat bukti rekaman CCTV.
“Kami nanti akan melihat lagi peristiwanya seperti apa dan akan melengkapi berkas perkaranya,” kata Kapolresta, Sebagaimana di kutip di media Ulasan.co, Rabu (30/04/2025)
Ia menjelaskan bahwa dalam kasus ini, kedua belah pihak saling melapor. Meskipun salah satu laporan sudah mulai terlihat titik terangnya, laporan dari tersangka sendiri belum ada perkembangan signifikan.
“Semua laporan kami terima dan kami proses berdasarkan hasil penyelidikan,” katanya.
Kapolresta juga menanggapi reaksi penasihat hukum tersangka yang keberatan dengan penetapan kliennya sebagai tersangka. Ia menegaskan bahwa keberatan tersebut dapat disampaikan dalam proses persidangan nanti.
“Penyidik akan tetap melihat perkembangan kasusnya ke depan,” katanya.
Menyikapi pernyataan Kapolresta Tanjungpinang tersebut, kuasa hukum korban Hartono alias Amiang (H) dan Lovikospanto alias Luku (L), Jhon Asron Purba, S.H., dan Rivaldhy Harmi, S.H., M.H.turut angkat bicara.
“Benar, Polresta Tanjungpinang menetapkan korban pengeroyokan jadi tersangka pengeroyokan, nah logika hukum apa yang dipakai Polresta Tanjungpinang sehingga korban pengeroyokan jadi tersangka?”. tanya Jhon Asron Purba,
Menurut Jhon Asron, peristiwa hukum itu harus dilihat secara utuh, jangan dipenggal, ada CCTV dilokasi kejadian dan itu bisa menjelaskan kejadian sesungguhnya.
“Kalau hanya berdasar 2 alat bukti, misal keterangan saksi/korban dan visum menetapkan Tersangka, maka Laporan Polisi yang dibuat Korban pengeroyokan yang sekarang sudah jadi Tersangka juga sudah cukup 2 alat bukti untuk menetapkan Terlapor (diduga 7 orang pelaku) juga ditetapkan Tersangka, nah ini tidak. Bahkan LP korban pengeroyokan yang sekarang menjadi Tersangka (terlebih dahulu melapor) belum naik Sidik”jelasnya.
Korban ini lanjutnya, di rawat 3 hari di UGD namun ditetapkan tersangka, bahkan ada saksi yang hanya melerai juga ditetapkan Tersangka, perbuatan yang melerai ini cukup jelas di rekaman CCTV tidak ada melakukan tindak pidana”.
“Mestinya Polres Tanjungpinang dalam penyidikan perkara ini melihat secara utuh peristiwa hukumnya untuk menemukan siapa pelaku dan siapa korban, harus presisi-lah, biar masyarakat percaya terhadap kinerja Polres Tanjungpinang,”paparnya.
Kalaulah korban ditetapkan menjadi Tersangka, tanya Jhon Asron, kemana lagi masyarakat percaya untuk meminta perlindungan hukum? Polri itu tugasnya: melindungi, mengayomi dan mengayomi masyarakat.
“Ini PR Polresta Tanjungpinang secara khusus dan PR Polri di Republik kita ini”ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, kasus pengeroyokan di lift KTV Majestik Tanjungpinang yang terjadi beberapa bulan lalu kembali menyita perhatian. Ironisnya, korban yang pertama kali melapor justru kini ditetapkan sebagai tersangka, sementara para terduga pelaku hingga kini belum juga tersentuh hukum.
Insiden bermula pada 28 Januari 2025, sekitar pukul 01.15 WIB. Saat itu, Yani Safitry tanpa sengaja menginjak kaki salah satu pengunjung di dalam lift. Meski sudah langsung meminta maaf, insiden kecil itu malah berujung petaka. Begitu pintu lift terbuka, Yani dan rekannya, Hartono alias Amiang, dikeroyok oleh tujuh pria, hanya satu dari mereka yang dikenali.
Tak tinggal diam, Hartono alias Amiang langsung melaporkan kejadian itu ke Polsek Tanjungpinang Kota pada pagi harinya, sekitar pukul 08.00 WIB. Kasus kemudian dilimpahkan ke Polresta Tanjungpinang pada 12 Februari 2025. Anehnya, di hari yang sama, terlapor lain, Hartono alias Acai, juga membuat laporan ke Polresta dengan tuduhan sebaliknya.
Seiring waktu, laporan Hartono alias Acai cepat diproses. Polisi menaikkan statusnya ke tahap penyidikan pada 28 Februari 2025. Sementara itu, laporan dari Amiang, korban awal justru belum menunjukkan perkembangan berarti.
Lebih mengejutkan lagi, pada 22 April 2025, polisi malah menetapkan Hartono alias Amiang dan Lovikospanto alias Luku sebagai tersangka. Padahal, Luku diketahui hanya berusaha melerai saat kejadian berlangsung.
Menanggapi perkembangan itu, penasihat hukum Amiang dan Luku, Jhon Asron Purba, S.H., dan Rivaldhy Harmi, S.H., M.H., menilai banyak kejanggalan dalam penanganan kasus ini. Menurut Jhon, penyidik seharusnya melihat kejadian secara utuh, termasuk melalui bukti rekaman CCTV.
“Seharusnya penyidik tidak melihat kasus ini sepotong-potong. Bukti CCTV jelas merekam peristiwa tersebut,” ujar Jhon, Selasa 29 April 2025.
Jhon juga mengkritisi ketidakadilan dalam pemeriksaan saksi. Menurutnya, dari tujuh orang yang diduga mengeroyok kliennya, tidak semua diperiksa. Bahkan, tiga di antaranya disebut sudah ada yang pergi ke Kamboja.
“Klien kami yang lebih dulu melapor, karena merekalah korban sesungguhnya. Tapi malah diperlakukan seolah-olah sebagai pelaku,” ujarnya.
Tak hanya itu, Jhon menyoroti perubahan pasal yang dikenakan. Awalnya, laporan Hartono alias Acai mengadukan penganiayaan. Namun, dalam penetapan tersangka, pasalnya berubah menjadi pengeroyokan sesuai Pasal 170 KUHP — yang otomatis menyeret lebih dari satu orang sebagai tersangka. “Aneh, ajaib, tapi nyata. Ini sangat menggelikan,” kata Jhon. (*)